Leasing, Sewa Guna, Sejarah Leasing di Indonesia, Jenis-Jenis Kegiatan Leasing, Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Leasing, Perjanjian Leasing, Biaya Dalam Kegiatan Leasing

Leasing / Sewa Guna

1. Pengertian Leasing

Dalam definisi yang lebih luas leasing yang sering dikenal juga dengan sewa-guna-usaha, leasingadalah setiap kegiatan pembiayaan oleh bank atau lembaga dan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan atau perorangan untuk jangka waktu tertentu.

2. Sejarah Leasing di Dunia

Leasing adalah suatu bangunan hukum yang tidak lain merupakan improvisasi dari pranata hukum konvensional yang disebut 'sewa menyewa' (lease). Dikatakan konvensional, karena sewa menyewa merupakan bangunan tua dan sudah lama sekali ada dalam sejarah peradaban umat manusia. Pranata hukum sewa menyewa sudah ada sejak 4.500 tahun sebelum Masehi, yaitu sewa menyewa yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang bangsa Sumeria.

Leasing dalam arti modern pertama kali berkembang di Amerika, kemudian menyebar ke Eropa bahkan ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Amerika, leasing dalam arti modern ini pertama kali dikenalkan, yaitu leasing yang berobyekkan kereta api. 

Perkembangan perusahaan leasing di Amerika :

  • Tahun 1850, tercatat adanya perusahaan leasing yang pertama di Amerika yang beroperasi di bidang leasing kereta api.
  • Tahun 1877, The Bell Telephone Company memperkenalkan leasing di bidang pelayanan telepon kepada para pelanggannya. 
  • Tahun 1980-an, bank-bank dan perusahaan-perusahaan leasing tumbuh subur sebagai lessor. Misalnya, perusahaan GATX merupakan lessor terbesar untuk leasing railcars, IBM merupakan lessor terbesar untuk leasing komputer, dan Xerox merupakan lessor terbesar untuk leasing mesin fotocopy. 

Perkembangan pranata hukum leasing di Amerika terjadi dengan cukup pesat, Selama dasawarsa 1980-an, volume leasing bertambah rata-rata 15 % tiap tahunnya. Menjelang dasawarsa 1980-an tersebut, lebih kurang sepertiga dari pengadaan peralatan bisnis baru di Amerika dilakukan dalam bentuk leasing. Eksistensi pranata hukum leasing di Indonesia baru terjadi di awal tahun 1970-an, dan baru diatur untuk pertama kalinya dalam perundang-undangan Republik Indonesia di tahun 1974. Beberapa peraturan di tahun 1974 tersebut merupakan tonggak sejarah perkembangan hukum tentang leasing di Indonesia. Peraturan-peraturan tentang leasing tersebut adalah :

  • Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : KEP-122/MK/IV/2/1974, Nomor : 32/M/SK/2/1974, Nomor : 30/Kpb/I/1974, tertanggal 7 Pebruari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.
  • Surat Keputusan Menteri Keuangan republikIndonesia Nomor : KEP.649/MK/IV/5/1974, tanggal 6 Mei 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.
  • Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : Kep.650/MK/IV/5/1974, tangga; 6 Mei 1974 tentang Penegasan Ketentuan Pajak Penjualan dan Besarnya Bea Materai terhadap Usaha Leasing.
  • Pengumuman Direktur Jenderal Moneter Nomor : Peng-307/DJM/III.1/7/1974, tanggal 8 Juli 1974 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Leasing.

Setelah berbagai aturan yang dikeluarkan di tahun 1974, ada beberapa peraturan lagi yang terbit di tahun-tahun kemudiannya. Dan perkembangan sejarah bisnis leasing di Indonesia sangat terkait erat dengan policy pemerintah yang tertuang dalam peraturan-peraturan tersebut.

Sejarah Leasing di Indonesia

Kehadiran industri pembiayaan (multi finance) di Indonesia sesungguhnya belumlah terlalu lama, terutama bila dibandingkan dengan di negara-negara maju. Dari beberapa sumber, diketahui industri ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. 

Kelahirannya didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. 

Kelak, perusahaan tersebut mengganti namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Kemudian, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal ventura dan kartu kredit. Sebagai sesama industri keuangan, perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang lain, perbankan, misalnya. 

Terlebih lagi bila dibandingkan dengan perbankan pasca Pakto 1988.Pada era inilah bank muncul dan menjamur bagai musim hujan. Deregulasi yang digulirkan pemerintah di bidang perbankan telah membuahkan banyak sekali bank, walaupun dalam skala gurem. tetapi banyak kalangan menuding, justru Pakto 88 inilah menjadi biang keladi suramnya industri perbankan di kemudian hari. Puncaknya, terjadi pada 1996 ketika pemerintah melikuidasi 16 bank. Langkah itu ternyata masih diikuti dengan dimasukkannya beberapa bank lain dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN). Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional. Ada beberapa hal menarik jika kita mencermati konsentrasi dan perkembangan perusahaan leasing. 

Pada era 1989, misalnya, industri ini di Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. perburuan asset tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar, sehat dan kuat. Perusahaan yang tidak beranjak dari skala semula, tampak terguncang-guncang dana akhirnya tutup sama sekali. 

Dengan asset dan skala usaha yang besar, muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil megah dan gagah. Maka, dimulailah saling lirik dan penjajakan di antara sesamanya. Skenario selanjutnya, banyak perusahaan leasing yang melakukan penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini membuahkan hasil positif. 

Selain modal dan asset menggelembung, kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak. Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya (1990), industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya. 

Sebetulnya, berubahnya orientasi ini dipicu oleh kian sengitnya persaingan di industri leasing. Akibatnya, kehati-hatian menjadi agak terabaikan. Indikasinya, persyaratan untuk memperoleh sewa guna usaha menjadi semakin longgar. Bahkan, kabarnya di Bengkulu, orang bisa mendapatkan sewa guna usaha hanya dengan menyerahkan selembar kartu tanda penduduk (KTP). Pada tahun 1991, kembali terjadi perubahan besar-besaran pada perusahaan pembiayaan. Seiring dengan kebijakan uang ketat (TMP = tight money policy) – yang lebih dikenal dengan Gebrakan Sumarlin I dan II – suku bunga pun ikut meroket naik. Akibatnya, banyak kredit yang sudah disetujui terpaksa ditunda pencairannya. Dari sisi permodalan, TMP membuat perusahaan multi finance seperti kehabisan darah. Aliran dana menjadi seret. kalaupun ada, harganya tinggi sekali. Itulah sebabnya banyak di antara mereka yang menggabungkan usahanya. Dengan bergabung, mereka lebih mudah dalam memperoleh kredit, termasuk dari luar negeri.

Jenis-Jenis Kegiatan Leasing

1. Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan leasing memenuhi persyaratan :

  • Jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang dilease harus dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan dan keuntungan bagi pihak lessor.
  • Dalam perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.

2. Sedangkan kriterian untuk operating lease adalah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  • Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak lessor.
  • Di dalam perjanjian leasing tidak memuat hak opsi bagi lessee.

Kemudian dalam praktiknya transaksi finance leasing dibagi lagi ke dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :

1. Direct finance lease

Transaksi ini dikenal juga dengan nama true lease. Di mana dalam transaksi ini pihak lessor membeli barang modal atas permintaan lessee dan juga sekaligus menyewagunakan barang tersebut kepada lessee. Lessee dapat menentukan spesifikasi barang yang diinginkannya termasuk penentuan harga dan suppliernya. Oleh karena itu, yang dilakukan lessor hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pihak lessee.

2. Sales dan lease back

Proses ini dilakukan di mana pihak lessee menjual barang modalnya kepada lessor untuk  dilakukan kontrak sewa guna usaha  atas barang tersebut, antara lessee dan lessor. Metode ini bisanya digunakan  untuk menambah modal kerja pihak lessee.

Sedangkan dalam operating sales di mana pihak lessor sengaja membeli barang modal untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee. Biaya yang dikenakan terhadap  lessee adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan oleh lessee berikut bunganya.

5. Jenis-Jenis Perusahaan Leasing

- Independent Leasing

Merupakan perusahaan leasing yang berdiri sendiri dapat sekaligus sebagai supplier atau membeli barang – barang modal dari suplier lain untuk dileasekan.

- Capital Lessor

Dalam perusahaan leasing jenis ini, produsen atau supplier mendirikan perusahaan leasing dan yang mereka leasekan adalah barang-barang milik mereka sendiri, tujuan utamanya adalah untuk dapat meningkatkan penjualan sehingga mengurangi penumpukan barang digudang/toko.

- LeaseBroker

Perusahaan jenis ini kerjanya hanyalah mempertemukan keinginan lessee untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor untuk dileasekan. Jadi dalam hal ini lease broker hanya sebagai perantara antara pihak lessor dengan pihak lessee.

Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Leasing

  • Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Pada akhir kontrak, lessee memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee memiliki hak untuk membeli barang yang di-lease dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dalam operating lease, lessee dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lesseeterhadap kerusakan.
  • Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. Dalam mekanisme financial lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam operating lease, supplier menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala.
  • Lessor adalah perusahan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
  • Asuransi adalah perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang di leasingnya.

Perjanjian Leasing

Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut dengan “lease agreement”,  di mana di dalam perjanjian tersebut dimuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak, lessor dan lessee.

Isi kontrak yang dibuat secara umum tersebut memuat antara lain :

  • Nama dan alamat lessee
  • Jenis barang modal yang diinginkan
  • Jumlah atau nilai barang yang dileasingkan
  • Syarat-syarat pembayaran
  • Syarat-syarat kepemilikan atau syarat lainnya
  • Biaya-biaya yang dikenakan
  • Sanksi-sanksi apabila lessee ingkar janji

Jika seluruh persyaratan sudah disetujui, maka pihak lessor akan mengubungi supplier untuk negosiasi barang dan menghubungi pihak asuransi untuk menanggung risiko kemacetan pembayaran oleh lessee. Namun, dalam praktiknya dapat pula sebelum nasabah mengajukan permohonan ke perusahaan leasing, pihak lessee terlebih dahulu melakukan negosiasi dengan suppliernya, kemudian barulah mencari perusahaan leasing yang akan menjadi lessornya.

Biaya Dalam Kegiatan Leasing

  • Biaya administrasi yang besarnya dihitung per tahun.
  • Biaya materai untuk perjanjian.
  • Biaya bunga terhadap barang yang dileasekan.
  • Premi asuransi yang disetor kepada pihak asuransi.

Prosedur Permohonan Leasing

1. Pihak lessee mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas suatu barang lisan modal baik secara lisan maupun tertulis
2. Pihak lessor akan meneliti maksud dan tujuan permohonan lessee.

Pada tahap ini, penelitian akan dilakukan lessor terhadap dokumen yang dipersyaratkan. Jika  masih ada dokumen atau informasi yang kurang, pemohon diminta untuk melengkapinya selengkap mungkin. Kelengkapan dokumen tersebut antara lain sebagai berikut :

  • Akte pendirian perusahaan jika lessee berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yayasan.
  • KTP dan kartu keluarga jika lessee berbentuk perseorangan.
  • Laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) 3 tahun terakhir jika lessee berbentuk PT.
  • Slip gaji dan bukti penghasilan jika lessee berbentuk perseorangan.
  • NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) baik untuk perseorangan maupun untuk perusahaan.

3. Jika dokumen yang dibutuhkan sudah lengkap, maka pihak lessor memberikan informasi tentang persyaratan dalam perjanjian kontrak antara lessee dengan lessor, termasuk hak dan kewajibannya masing-masing.

4. Pihak lessor akan mengadakan penelitian dan analisis terhadap informasi data yang diberikan lessee dengan cara :

  • Penelitian data untuk mengukur kemampuan dan kemauan lessee membayar kembali. Penelitian ini dapat dilakukan dengan 5 C, yaitu : character, capacity, capital, condition, dan colleteral.
  • Meneliti langsung ke lokasi lessee berada (on the spot).
  • Meneliti ke lokasi di mana lessee mempunyai hubungan.

5. Penelitian dilakukan untuk mengukur kemampuan nasabah untuk membayar dan kemauan untuk membayar disertai kebenaran informasi dan data yang ada di lapangan. Dari hasil penelitian ini dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  • Menolak permohonan lessee dengan alasan tertentu.
  • Masih dipertimbangkan dengan catatan ditunda atau permohonan belum dapat diproses sampai jangka waktu tertentu dengan berbagai alasan.
  • Menerima permohonan lessee karena telah sesuai dengan keinginan lessor.

6. Jika permohonan lessee telah diterima pihak lessor, maka pihak lessor mengadakan pertemuan dengan pihak lessee, tentang persyaratan yang harus dipenuhi antara lain penandatanganan surat perjanjian serta biaya-biaya yang harus dibayar oleh lessee.

7. Pihak lessee membayar sejumlah kewajibannya dan menandatangani surat perjanjia antara lessee dengan lessor.

8. Pihak lessor melakukan pemesanan kepada supplier sesuai dengan barang yang diinginkan lessee dan membayar sesuai dengan perjanjian dengan pihak supplier.

9. Pihak lessor juga menghubungi serta membayar premi asuransi yang sudah disetor lessee sebelumnya kepada pihak lessor.

10. Pihak supplier mengirimkan barang sesuai dengan surat pesanan dan surat bukti pembayaran yang dilakukan oleh lessor.

11. Pihal lessors juga mengirim polis asuransi kepada lessee setelah diterbitkan oleh pihak lessor atas nama lessee.

12. Sanksi-Sanksi Leasing

  • Berupa teguran lisan supaya segera melunasi.
  • Jika teguran lisan tidak digubris, akan diberikan teguran tertulis.
  • Dikenakan denda sesuai dengan perjanjian.
  • Penyitaan barang yang dipegang oleh lessee.

Manfaat Leasing

  • Leasing dapat diartikan sebagai surat perjanjian mengenai penyediaan barang-barang dalam jangka waktu tertentu.
  • Menurut The International Accounting Standart (LAS 17) leasing merupakan suatu surat perjanjian sewa menyewa barang yang dibuat antara pihak penyedia barang (lessor) dengan pihak penyewa barang (lesse) dalam jangka waktu tertentu.
  • Menurut The Equipment Leasing Association, leasing diartikan sebagai sebuah kontrak yang dilakukan antara pihak lessor dengan pihak lesse dalam suatu perjajian sewa menyewa suatu barang dalam jangka waktu tertentu.
  • Menurut keputusan bersama antara 3 menteri yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, serta Menteri Perdagangan No. Kep. 1221MK/TV/74, No. 30/Kph/I/74 tertanggal 7 Januari 1974, leasing merupakan suatu bentuk kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu dengan melakukan pembayaran secara berkala. Biasanya perusahaan-perusahaan tersebut dapat membeli barang-barang modal atau dapat juga dengan memperpanjang jangka waktu sewa sesuai dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak yang bersangkutan.
  • Menurut keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991, leasing merupakan suatu kegiatan penyediaan barang-barang modal baik secara finance lease (pihak lesse dapat membeli barang-barang yang dileasing sesuai nilai sisa yang disepakati) maupun operating lease (pihak lesse tidak memiliki hak untuk membeli barang-barang yang telah dileasingkan) agar dapat digunakan oleh pihak lesse (penyewa) dalam jangka waktu tertentu dengan sistem pembayaran secara berkala.

Profil Perusahaan Leasing

PT BFI Finance Indonesia Tbk (“BFI” atau ”Perusahaan”) berdiri pada tahun 1982 sebagai PT Manufacturer Hanover Leasing Indonesia, sebuah perusahaan patungan antara Manufacturer Hanover Leasing Corporation dari Amerika Serikat dengan pemegang saham lokal. BFI adalah perusahaan pembiayaan terlama di Indonesia sekaligus menjadi perusahaan pembiayaan pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang disebut Bursa Efek Indonesia atau “BEI”). Perusahaan melakukan go public pada Mei 1990 dengan kode saham BFIN.

Setelah menjalankan proses restrukturisasi utang yang bersumber dari krisis keuangan 1998, Perusahaan secara resmi berganti nama menjadi PT BFI Finance Indonesia Tbk pada 2001. Saat ini, 42,8% saham BFI dimiliki oleh konsorsium Trinugraha Capital SA (yang antara lain terdiri dari TPG dan Northstar Group). Sisanya dimiliki oleh pemegang saham institusi lokal dan internasional, serta pemegang saham publik. Kegiatan usaha BFI terdiri dari pembiayaan kendaraan bermotor, alat-alat berat, truk dan mesin-mesin, rumah dan ruko, serta pembiayaan untuk pengadaan barang dan jasa. Kegiatan usaha Perusahaan saat ini sebagian besar terfokus pada pembiayaan kendaraan roda empat bekas. BFI memiliki jaringan pemasaran terbesar di nusantara, dengan 209 kantor cabang dan 96 gerai yang tersebar di 33 dari 34 provinsi di Indonesia, dan didukung lebih dari 8.000 karyawan (per 31 Desember 2016).

Postingan populer dari blog ini

Unsur Pengaman Uang Rupiah, Alat Pembayaran Yang Sah

Pengelolaan Keuangan, Konsep Dasar Pengelolaan Keuangan, Pengertian Pengelolaan Keuangan, Tujuan Pengelolaan Keuangan, Tahapan Pengelolaan Keuangan

Hukum Permintaan dan Penawaran serta Asumsi-Asumsinya, Kurva Permintaan dan Kurva Penawaran